Jika nikah siri betul-betul dilarang, maka perzinaan dan pelacuran akan menjadi pelampiasan
Hidayatullah.com--“Padahal zaman dulu
setelah nikah siri dilaksanakan, baru dilaporkan ke KUA, dan tidak
repot,” demikian ungkap DR. Ahmad Zain An-Najah, seorang pakar fikih,
dalam diskusi Sabtuan yang diselenggarakan oleh INSISTS di Jl. Kalibata
Utara II Jakarta.
Dalam acara yang dihadiri puluhan
peserta itu, doktor bidang fikih itu menjelaskan, kedudukan nikah siri
dalam Islam. Secara bahasa siri itu berarti rahasia, sembunyi-sembunyi,
pelan-pelan, atau bisa juga diartikan berbisik-bisik. Namun secara
istilah ada dua pengertian.
“Pertama, nikah sembunyi-sembunyi yang
dilaksanakan tanpa wali dan tanpa saksi, seperti kasus nikah mut’ah
dalam paham Syiah. Nikah jenis ini jelas tidak sah. Imam Abu Hanifah
mensyaratkan persetujuan wali, tanpa ada persetujuan wali maka nikah
tersebut hukumnya batal. Selain itu ada hadis sahih yang menegaskan
bahwa nikah itu tidak sah kecuali ada wali. Bahkan dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Aisyah tegas menyatakan bahwa siapa saja wanita yang
menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya
batal,” terangnya. “Kedua, nikah siri juga berarti pernikahan yang
dilakukan dengan menyertakan wali, dua saksi, dan ada ijab qabul. Hanya
saja tidak dicatat oleh negara, dalam hal ini KUA. Secara syariat nikah
jenis ini sah,” tegasnya.
Pertanyaannya kemudian, kenapa praktik
nikah siri itu banyak dilakukan oleh umat Islam di Indonesia? Salah satu
peneliti INSISTS ini pun menjelaskan, pertama, bisa jadi faktor biaya.
Sebab tidak semua calon pengantin memiliki kemampuan finansial yang
cukup.
Kedua, menghindari masalah karena ada
pemberlakuan aturan dari lembaga seseorang yang melarang menikah lebih
dari satu. Ketiga, takut mendapat stigma negatif dari masyarakat, dan
keempat bisa jadi karena pertimbangan-pertimbangan lain yang memaksa
seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.
“Sekali lagi nikah seperti ini sah, karena syarat dan rukun terpenuhi,” tegasnya.
Lalu mengapa nikah yang sah secara
syariat ini dinilai tidak baik dan cenderung merugikan kaum wanita dan
anak-anak dalam keluarga oleh sebagian pihak, sehingga pelakunya harus
dipidana, sementara prostitusi dianggap wajar dan legal? Alumnus Mesir
ini pun menengarai, ada rekayasa kaum liberal dalam upaya dekontruksi
syariat Islam di Indonesia.
“Isu ini (RUU nikah siri) perlu
ditelusuri karena sangat berbahaya. Siapa yang pertama kali
mengajukannya, apa motifnya, dan mengapa pelakunya harus dipidana? Ada
indikasi intervensi asing tidak? Jika ini (nikah siri) betul-betul
dilarang, maka perzinaan dan pelacuran akan menjadi pelampiasan.
Bagaimana tidak? Orang yang nikah justru dipidana, sementara yang kumpul
kebo tidak diapa-apakan. RUU itu sulit diterima akal sehat,” jelasnya.
“Sebaiknya pemerintah mengkaji secara komprehensif tentang pernikahan dalam Islam, termasuk nikah siri ini. Jangan sampai memberlakukan sebuah aturan yang justru menimbulkan kerusakan di muka bumi. Bukti berupa oknum suami yang tidak bertanggung jawab dan menelantarkan keluarganya, hendaknya tidak menjadikan kita salah paham, sehingga melihat aturan poligami dan nikah siri ini sebagai syariat yang merugikan. Ini jelas keliru,” katanya. [imam/www.hidayatullah.com]
“Sebaiknya pemerintah mengkaji secara komprehensif tentang pernikahan dalam Islam, termasuk nikah siri ini. Jangan sampai memberlakukan sebuah aturan yang justru menimbulkan kerusakan di muka bumi. Bukti berupa oknum suami yang tidak bertanggung jawab dan menelantarkan keluarganya, hendaknya tidak menjadikan kita salah paham, sehingga melihat aturan poligami dan nikah siri ini sebagai syariat yang merugikan. Ini jelas keliru,” katanya. [imam/www.hidayatullah.com]
reff : http://www.ahmadzain.com
0 Komentar untuk "Pakar Fikih: Pelarangan Nikah Siri Akan Mengundang Pelacuran "
Jazakumullahu Khairan Katsiran ya Akhi wa Ukhti Ajma'in . . . . . !!!