Upacara
Tabot merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu yang diadakan untuk
mengenang peristiwa wafatnya Hussein bin Ali bin Abi Tholib, cucu Nabi Muhammad
SAW, yang gugur dalam peperangan dengan pasukan ‘Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak, pada tanggal 10
Muharam 61 Hijriyah (681 M). Pada awalnya, inti dari upacara Tabot adalah untuk
mengenang upaya pemimpin Syi’ah dan kaumnya mengumpulkam potongan-potongan
tubuh Husein, mengarak dan memakamkannya di Padang Karbala.
Tabot
sendiri berasal dari kata Arab yaitu Tabut yang berarti miniatur keranda
kematian bertingkat. Tradisi Tabot dibawa oleh pendakwah Islam Syiah dari
Madras dan Benggali, India bagian selatan. Mereka
dibawa oleh tentara Inggris untuk membangun Benteng Marlborough (1713-1719 M). Mereka kemudian menikah dengan penduduk setempat
dan meneruskan tradisi ini hingga ke anak cucunya.
Namun
dalam perkembangannya sejak penduduk asli Bengkulu (orang Sipai) lepas dari
pengaruh Syi’ah berubah menjadi sekedar kegiatan keluarga untuk memenuhi wasiat
leluhur mereka. Belakangan, upacara ini juga dijadikan sebagai bentuk
partisipasi orang-orang Sipai dalam pelestarian budaya tradisional Bengkulu.
Sejak 1990, upacara ini dijadikan agenda wisata kota Bengkulu,
dan kini lebih dikenal sebagaiFestival
Tabot.
Perayaan
Tabot di Bengkulu pertama kalinya dilaksanakan oleh Syekh Burhanudin pada tahun
1685. Syekh Burhanudin (Imam Senggolo) menikah dengan wanita Bengkulu kemudian
anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot.
Terdapat dua kelompok besar keluarga pemilik Tabot, yakni kelompok Tabot Berkas
dan Tabot Bangsal. Perayaan Tabot ini dilaksanakan selama 10(sepuluh) hari dari
1 sampai 10 Muharram (berdasarkan kalender Islam) setiap tahun.
Upacara
Tabot sebenarnya tidak hanya berkembang di Bengkulu saja, namun juga sampai ke
Painan, Padang, Pariaman,Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meulaboh, dan Singkil. Dalam perkembangannya, kegiatan Tabot
kemudian menghilang di banyak tempat. Saat ini, hanya ada dua tempat yang
melakukan upacara ini, yakni Bengkulu dan Pariaman, Sumatra Barat yang
menyebutnya dengan Tabuik.
B.
PELAKSANAAN FESTIVAL TABOT
Upacara Tabot memiliki Sembilan tahapan,
yang semuanya dilaksanakan dari tanggal 1-10 Muharam. Pertama,
adalah Mengambik Tanah (mengambil Tanah). Tanah yang diambil
pada tahapan ini haruslah berasal dari tempat keramat yang mengandung
unsur-unsur magis, seperti di Keramat Tapak Padri yang terletak di dekat Benteng Marlborough danKeramat Anggut, yang
berada di pemakaman umum Pasar Tebek. Mengambik Tanah akan dilakukan pada 1 Muharam pukul
22.00 WIB. Tanah ini nantinya akan dibungkus dengan kain kafan putih dan
dimasukan dalam keranda.
Tahapan Kedua adalah Duduk
Penja (mencuci
jari-jari). Penja adalah benda yang terbuat dari
kuningan, perak, atau tembaga yang berbentuk keramat yang mengandung
unsur magis, harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Duduk
Penja dilaksanakan
pada tanggal 5 Muharam pukul 16.00 WIB.
Tahap ketiga adalah Meradai (mengumpulkan dana) yang
dilakukan oleh Jola (orang yang bertugas mengambil dana
untuk kegiatan kemasyarakatan, biasanya terdiri dari anak-anak berusia 10-12
tahun). Acara Meradai diadakan pada tanggal 6 Muharam,
antara pukul 07.00 – 17.00 WIB.
Tahap keempat adalah Menjara (6 - 7 Muharam),
merupakan acara berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji atau
bertanding dal (alat music sejenis beduk, yang
terbuat dari kayu dengan lubang di tengahnya, serta ditutupi kulit lembu).
Salah satu keistimewaan dari tahap Menjara ini adalah perang yang dilakukan oleh
dua kelompok, yakni Tabot Bangsal dan Tabot Barkas.
Namun, perang yang dilakukan dalam
festival ini, bukanlah perang yang berbahaya. Karena pada acara ini, perang antara
dua kelompok tersebut disimbolkan dengan pertandingan dal.
Pada malam pertama Menjara, salah satu
kelompok Tabot akan menghampiri kelompok lainnya. Dalam perjalanan, kelompok
ini akan memukulkandal untuk menarik massa dari setiap
kampung yang dilewati, sehingga jumlahnya terus bertambah. Ketika kedua
bertemu, maka dimulailah adu dal (Kedua kelompok langsung beradu
menabuh alat music sejenis beduk sekuat-kuatnya).
Usai mengadu dal,
kelompok yang datang, mengunjungigerga tua (bangunan yang merupakan
Symbol benteng pertahanan Hussein saat berperang). Di sini, jari-jari
Tabot yang dibawa pada saat menggalang massa akan melakukan soja(bersambut
dengan jari-jari kelompok Tabot lainnya). Hal ini menandakan ritual menjara hari pertama berakhir. Keesokan ritual Menjara kembali dilakukan. Kali ini, kelompok
yang sebelumnya dikunjungi, balas mengunjungi kelompok lainnya. Rombongan
berjalan kaki kegerga tua untuk mengambil jari-jari dan
menjemput massa dari kampung-kampung yang dilewati. Sampai di tempat tujuan,
perang kembali dimulai. Kedua kelompok berperang, beradu menabuh dal.
Tahap kelima adalah Arak
Penja, dimana penja diletakkan di dalam Tabot dan diarak
di jalan-jalan utama Kota Bengkulu.
Tahap keenam merupakan acara mengarak penja yang ditambah dengan serban(sorban)
putih dan diletakkan pada Tabot kecil.
Tahap ketujuh adalah Gam (tenang/berkabung), merupakan tahapan
dalam upacara Tabot yang wajib ditaati. Tahap Gam merupakan saat di mana tidak
diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun. Gam berasal dari kata ‘ghum’ yang berarti tertutup atau terhalang,
diadakan setiap tanggal 9 Muharam dari pukul 07.00 – 16.00 WIB. Pada waktu
tersebut, semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot tidak boleh
dilakukan.
Tahap kedelapan dilakukan pada tanggal 9 Muharam juga,
sekitar pukul 19.00 WIB, yang disebut dengan Arak Gendang. Tahap ini
dimulai dengan pelepasan Tabot Besanding di gerga masing-masing. Usai pelepasan,
tiap-tiap Tabot berarak dari gerganya masing-masing,
menempuh rute yang telah ditentukan sebelumnya. Seluruh grup ini akan bertemu
dan membentuk arak-arakan besar (pawai akbar). Acara ini turut diramaikan
dengan kehadiran grup-grup penghibur dan masyarakat pendukung grup Tabot.
Tahap kesembilan merupakan tahap terakhir dari
keseluruhan rangkaian upacara Tabot disebut dengan Tabot
Tebuang yang diadakan
pada tanggal 10 Muharam. Seluruh Tabot berkumpul dan dibariskan di Tapak Paderi
pada pukul 09.00 WIB. Tak ketinggalan grup hiburan juga telah berkumpul untuk
menghibur peserta upacara Tabot dan para pengunjung. Sekitar pukul 11.00 WIB,
semua grup Tabot berarakan menuju Padang Jati dan berakhir di kompleks
pemakaman umum Karabela. Tempat ini dijadikan lokasi Tabot
Tebuang, karena di sinilah tempat dimakamkannya Syekh Burhanuddin.
Pada
pukul 12.30 WIB ritual Tabot Tebuang dimulai. Untuk perayaan Tabot, acara
terakhir ini dianggap memiliki nilai magis, sehingga harus dipimpin oleh Tokoh
Spiritual Tabot tertua. Di akhir acara, bangunan Tabot dibuang ke
rawa-rawa yang berdampingan dengan kompleks makam tersebut. Dibuangnya Tabot
ini, menandakan selesainya seluruh rangkaian upacara tersebut.
(Kontributor: KPPN Bengkulu / dari berbagai sumber).